Tuesday, September 20, 2011

PENDIDIKAN GURU MASA KEMERDEKAAN


Setelah Indonesia mengalami kemerdekaan, mucullah masalah baru yang harus diatasi oleh pemerintah, salah satunya adalah masalah kekurangan tenaga pengajar. Pada tahun 1950, kekurangan itu ada 20.186 orang. Bahkan kalau semua calon murid SR yang ingin masuk sekolah ditampung seluruhnya, maka kekurangan itu meliputi jumlah + 168.000 orang guru.
Maka untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah menempuh dua jalan. Yang pertama adalah memperbanyak jumlah SGB (SG 4 tahun). Yang kedua adalah memperkerjakan tenaga guru yang mempunyai wewenang untuk mengajar (calon guru). Pada umumnya mereka baru lulus SD 6 tahun. Usaha ini bersifat sementara karena pemerintah menghendaki agar pelaksanaan pendidikan pada SR itu diserahkan kepada tenaga pengajar yang berijazah SGA (SG 6 tahun).
A.       Sekolah Guru B (SGB atau SG 4 tahun)
Murid yang diterima masuk kelas I SGB ialah tamatan SR, yang lulus dalam ujian masuk ke SLP. Lama pelajaran 4 tahun. Pada dasarnya pelajaran 4 tahun itu sama dengan 3 tahun pelajaran umum (SMP), ditambah 1 tahun pelajaran kejuruan (guru). Disamping kelas-kelas biasa, diadakan juga kelas IV SGB istimewa atau Kursus Guru B (KGB). Yang dapat diterima ialah mereka yang berijazah SMP. Sesudah dididik 1 tahun mereka diberi ijazah SGB dan dipekerjakan sebagai guru SR. Dari kelas III SGB (dengan seleksi), murid-murid dapat melanjutkan pelajaran ke SGA.[1]
B.        Sekolah Guru A (SGB atau SG 6 tahun)
Syarat masuk SGA adalah pemegang ijazah SMP Negeri, tamatan SGB Negeri dan SGB kelas III yang naik ke kelas IV melalui proses seleksi. Lama pelajaran 3 tahun. Karena permintaan untuk masuk SR bertambah banyak, pemerintah menganggap perlu mengadakan pendidikan guru yang lebih singkat lagi.
C.        Sekolah Guru C (SGB atau SG 2 tahun)
Sekolah ini memberikan pendidikan selama 2 tahun pada anak-anak tamatan SR dan dapat disamakan dengan CVO atau OVVO pada zaman Belanda. Usaha ini hanya berjalan + 1,5 tahun karena tidak mendapat dukungan dari masyarakat. Beberapa dari sekolah tersebut diubah menjadi SGB.
Selain mendirikan sekolah guru, pemerintah juga membuka kursus-kursus guru. Ada dua tujuan yang hendak dicapai. Yang pertama adalah untuk memperbaiki mutu guru-guru SD yang belum memiliki ijazah SGB. Yang kedua adalah untuk memperluas pengetahuan guru-guru SR yang telah memiliki ijazah SGB dan yang sederajat, sehingga mereka dapat mencapai ijazah SGA.[2]


[1] I. Djumhur,1976, Sejarah Pendidikan, Jakarta : CV. ILMU, hal. 121
[2] Ibid, hal. 212

No comments:

Post a Comment