Sunday, October 2, 2011

Revolusi Amerika


Perang Revolusi Amerika (17751783) adalah sebuah perang yang terjadi antara Britania Raya dan para pendukung revolusi dari 13 koloni Britania di Amerika Utara. Ke-13 koloni itu adalah koloni New Hampshire, koloni Massachusetts, koloni Rhode Island, koloni Connecticut, koloni New York, koloni New Jersey, koloni Pennsylvania, koloni Delaware, koloni Maryland, koloni Virginia, koloni North Carolina, koloni South Carolina, dan koloni Georgia. Perang yang kemudian meluas ke luar Amerika Utara Britania (British North America) ini berakhir dengan dihapuskannya kekuasaan Britania terhadap ketiga belas koloni tersebut dan dibentuknya negara Amerika Serikat.[1]
Pada mulanya Perang Tujuh Tahun adalah perjuangan antara emigrant Prancis di Amerika. Perantau Inggris meraih kemenangan, sehingga mereka mengharapkan segala keuntungan dan tanah subur yang membentang dari pegunungan Appalachian sampai sungai Mississipi. Tetapi pemerintah Inggris juga menganggap dirinya sebagai pemenang dan mencadangkan daerah-daerah yang ditakhlukan itu bagi rakyat Kanada yang baru dikuasainya atau pun bagi calon emigrant. Maka pada tanggal 7 Oktober 1763, pemerintah Inggris melarang orang lain untuk bermukim di daerah-daerah tersebut. Dilain pihak, Inggris menganggap adil dan wajar apabila para emigrant yang mendapat keuntungan dari perang membayar pula biayanya.
Untuk itu pemerintah memutuskan untuk kembali pada system perniagaan yang pernah berlaku pada zaman dahulu, yaitu system eksklusif dimana adanya pelarangan bagi koloni untuk berdagang dengan Negara lain kecuali Negara induk. Akan tapi koloni-koloni Inggris menarik keuntungan yang besar tetes yang dibeli dari Antilia Prancis, keuntungan ini nantinya harus dikembalikan pada Inggris. Di samping itu berbagai pajak baru dikenakan di koloni-koloni tanpa dirundingkan terlebih dahulu dengan dewan-dewan setempat. Pada tahun 1765, Stamp Act mengenakan bea pada berbagai akta perdagangan dan Koran.
Semua tindakan tersebut menyebabkan ketidakpuasan yang besar dan protes yang menyeluruh. Protes ini terutama berasal dari kaum pedagang di pelabuhan-pelabuhan besar dan para pemilik perkebunan, yakni para bangsawan yang menguasai dewan-dewan koloni. Seperti Corps intermediaire di Eropa, dewan-dewan ini melawan raja. Dinyatakan bahwa berdasarkan tradisi konstitusional Inggris, perpajakan baru tidak dapat dikenakan tanpa persetujuan rakyat yang ditakhlukan atau mereka yang diberi mandate. Parlemen London menegaskan bahwa anggotanya mewakili semua warga kerajaan. Dewan-dewan koloni tidak menyetujui alasan ini dan menuntut bukan hanya penarikan kembali system perpajakan baru, tetapi juga suatu peninjauan kembali status koloni-koloni Inggris.
Untuk pertama kali, utusan dari smbilan koloni berkumpul di New York dalam rangka menyelenggarakan suatu Kongres (1765) yang menyalahkan prinsip penetapan pajak baru tanpa mengikutsertakan perwakilan koloni. Dewan-dewan berusaha bertopang pada rakyat untuk menopang protesnya. Para pedagang bersatu untuk memboikot barang dagangan Inggris dan para buruh kota bersatu dengan mereka dalam mendirikan sejumlah perserikatan “Putra-putra Merdeka” yang melawan kesewenang-wenangan raja Inggris. Pemerintah Inggris menyerah dan menarik Stamp Act pada 1766. Tetapi pada tahun berikutnya didekritkan berbagai pajak baru yang dikenakan pada kertas, kaca, timah hitam dan teh di koloni-koloni. Pemboikotan dan hasutan berkobar lagi. Para pegawai bea cukai dianiaya ketika mereka menarik pabean. Ketegangan antara penduduk Amerika dan tentara Inggris meningkat. Pada tanggal 5 Maret 1770, tembakan pertama perang Inggris-Amerika mulai berdentang, tiga warga Boston tewas. Peristiwa ini dinamakan “pembantaian Boston”.
Sekali lagi pemerintah Inggris mengalah dan semua pajak baru dihentikan kecuali bea pada teh, untuk membuktikan bahwa kedaulatannya masih utuh. Tetapi prinsip inilah yang mulai dipertentangkan oleh para patriot Amerika, seperti Samuel Adams, sudah memikirkan kemerdekaan. “Komite-komite Penghubung” berdiri di semua koloni untuk menyebarkan pesan para patriot.
Konflik pernah mereda sementara, berkorbar lagi pada tahun 1773. Berhubungan dengan krisis yang melanda Eropa pada zaman itu, East India Company tidak berhasil menjual tehnya. Pemerintah member padanya monopoli penjualan teh di koloni-koloni yang terutama merugikan para pedagang Amerika. Walaupun mereka pernah berupaya untuk meredakan rakyat pada tahun-tahun sebelumnya, mereka kemudian mengepalai oposisi lagi dan melakukan penyelundupan. Untuk merongrongnya, kompeni menurunkan harga teh. Kelompok yang melawan pemerintah Inggris (para pedagang, anggota Komite Penghubung dan Putra-putra Merdeka) berdemonstrasi untuk menunjukkan permusuhan yang mencolok terhadap kebijakan Inggris. Pada tanggal 16 Desember 1773, sekelompok laki-laki yang menyamar sebagi orang berkulit merah naik ke kapal-kapal East India Company dan membuang teh ke laut.
Tantangan ini dibalas oleh pemerintah Inggris dengan “ peraturan-peratuaran paksa” yaitu penutupan pelabuhan Boston, dan pengangkatan pegawai-pegawai Inggris untuk menggantikan pilihan para emigrant. Tetapi pada periode yang sama (1774) Parlemen Inggris menetapkan Quebec Act yang juga mengecewakan para emigrant, sebab bahasa, agama dan ketatanegaraan bagi penduduk Kanada Prancis dijamin oleh peraturan baru ini. Dengan demikian harapan akan penyatuan Kanada dengan koloni-koloni Inggris telah lenyap.
Keluhan emigrant Inggris di Amerika bertambah. Suatu Kongres “kontinental” baru yang kali ini terdiri dari wakil semua koloni, diselenggarakan di Philadelphia pada tanggal 5 September 1774. Tokoh-tokoh penting dalam kongres tersebut adalah Benjamin Franklin, John Adams, Thomas Jefferson, John Hancock, Roger Sherman, dan John Jay. Disampaikannya pada pemerintah Inggris sebuah protes tegas tetapi moderat, yang menentang “penentangan-penentangan paksa”. Diadakan pula sebuah pemboikotan barang dagangan Inggris.
Tidak lama kemudian perang meletus, pada awal April 1775 Jenderal Gage diberitahu bahwa para patriot mengumpulkan mesiu dan perlengkapan militer di desa Concord di sebelah Utara Boston.[2] Pada tanggal 18 April satu detasemen besar dari garnisun Boston dikirim ke Concord untuk merebut gudang itu dan menangkap kepala para patriot yaitu Samuel Adams dan John Hancock. Pada awal perang, rupa-rupanya pihak Amerika hanya mempunyai harapan kecil untuk menang. Pasukan-pasukan milisi Amerika, walaupun memiliki keunggulan-keunggulan yang didapat dari pengalaman-penglamannya sebagai pionir, seperti keuletan, keberanian dan mahir menembak, tidak berpengalaman sebagai militer yang berdisiplin. Selain itu, di pihak kaum penetap banyak yang setia kepada raja. Pemerintahannya pun masih  dan tidak mempunyai cukup dana dan persediaan guna melangsungkan perang dalam jangka waktu lama sedangkan Inggris merupakan salah satu Negara yang terkaya dan terkuat didunia apada waktu itu serta menguasai lautan dunia. Untunglah Amerika pada waktu itu memiliki seorang George Washington yang mampu memberikan pimpinan kepada bangsanya, baik dibidang politik maupun militer, disaat-saat kritis.
Pada tahun 1776, Thomas Paine menulis pamflet Common Sense, yang menyatakan bahwa koloni-koloni harus merdeka dari Britania. Common Sense yang beredar diseluruh koloni, makn membulatkan tekad untuk pemisahan diri. Namun masih ada tugas yang harus diselesaikan yaitu memperoleh kesepakatan semua koloni untuk mencetuskan deklarasi secara resmi. Pada tanggal 10 Mei 1776 sebuah resolusi disepakat yang meminta pemisahan diri. Tak lama kemudian sebuah komite yang terdiri dari lima orang dipimpin oleh Thomas Jefferson dari Virginia, ditunjukuntuk menyiapkan secepatnya sebuah deklarasi secara resmi.
 Pada 4 Juli 1776, ketigabelas koloni setuju terhadap Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat. Deklarasi ini bukan saja mengumumkan kelahiran sebuah Negara baru, tetapi juga mencanangkan sebuah filosofi kebebasan manusia yang kemudian menjadi kekuatan dinamis yang menyebar ke seluruh dunia. Dalam deklarasi tersebut, Jefferson menghubungkan prisip-prinsip Locke secara langsng dengan situasi yang ada di koloni-koloni.[3]
Di Inggris sendiri pada dasarnya terdapat banyak orang yang tidak sependapat dengan kebijaksanaan-kebijaksanaan George III, termasuk tindakan-tindakannya terhadap Amerika Utara. Tetapi pada saat perang benar-benar pecah, sebagian besar bangsa Inggris mendukung raja yaitu selama masih ada harapan untuk memulihkan keutuhan kerajaan. Namun kegairahan berperang tetap kecil di kalangan bangsa Inggris karena mereka menyadari bahwa perang ini hanya merupakan perang saudara, sehingga pemerintah terpaksa memperkuat tentaranya dengan pasukan-pasukan sewaan dari Jerman.
Sesudah tiga tahun berperang, mulai tampaklah titik-titik terang bagi Negara Amerika Serikat yang baru diproklamirkan itu. Pasukan-pasukannya memperleh kemenangan di Saratoga, kemenangan yang merupakan titik balik dalam perjuangannya. Prancis yang semula bersimpati pada perjuangan kemedekaan ini, melihat kesempatan baik untuk membalas dendam terhadap Inggris. Pada tahun 1778, Prancis melibatkan angkatan perangnya membantu Amerika Serikat, tindakan yang pada tahun-tahun berikutnya dicontoh oleh Spanyol dan Belanda, musuh-musuh Inggris dalam persaingan dagang dan tanah-tanah jajahan. Negara-negara Eropa lainnya juga tidak bersimpati kepada Inggris, terlebih-lebih karena mereka merasa tersinggung oleh keangkuhan Angkatan Laut Inggris yang oleh pemerintahnya dinyatakan berhak untuk menggeledah kapal-kapal Negara lain di lautan bebas.
Inggris akhirnya kewalahan menghadapi tentara gabungan berbagai Negara itu, sehingga pada awal tahun 1782 George III, atas desakan kuat dari parlemen, bersedia menghentikan perang dan mengadakan perundingan perdamaian. Dalam perundingan di Paris yang dilangsungkan tahun berikutnya, diakuilah secara resmi “The United States of America”, dan Inggris bahkan bersedia memberikan konsesi-konsesi luas dengan maksud memulihkan hubungan akrab antara kedua Negara dan mengurangi pengaruh Prancis terhadap Negara baru itu.[4]


[1] http://id.wikipedia.org/wiki/Perang_Revolusi_Amerika diakses tanggal 26 September 2010 pukul 16.56 WIB
[2] Godechot, Jacques, Revolusi Di Dunia Barat, 1989, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, hal. 14-17
[3] Cincotta, Howard dan Budi Prayitno, Garis Besar Sejarah Amerika, 2004, Departemen Luar negeri Amerika Serikat, hal. 80-82
[4] Samekto, Ikhtisar Sejarah Bangsa Inggris, 1982, Jakarta: PT Sastra Hudaya, hal. 210-211

No comments:

Post a Comment